Kamis, 27 Desember 2012

Wajah Sistem Pendidikan di Indonesia


Kesuksesan Itu Dibangun Sejak Dini

Wajah Sistem Pendidikan di Indonesia

Kita sebagai orang tua seringkali mengikutkan anak kita berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les matematika, les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini kita dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si anak, namun datang dari kita sebagai orang tua. Benar tidak?
Memang, saat ini kita menganggap tidak cukup jika anak kita hanya belajar di sekolah saja, sehingga kita mengikutkan anak kita bermacam-macam les. Kita ingin anak kita pintar berhitung, kita ingin anak kita mahir berbahasa inggris, kita juga ingin anak kita jago fisika dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak memiliki kemampuan kognitif yang baik.
Ini tiada lain karena, pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognisi. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, bukan seperti itu!
Maksud saya, pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.

Ada sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih pendidikan karaker itu?
Jadi, Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.


Belajar Pendidikan Karakter Dari Sepak Bola

Belajar Pendidikan Karakter Dari Sepak Bola

Pendidikan karakter itu bukanlah sesuatu yang muluk-muluk atau sulit. Pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dimana-mana. Sudah ada dikeluarga, dilingkungan sosial, sekolah, tempat hiburan dan lainnya. Tapi kali ini kita akan belajar sesuatu inti yang penting tentang pendidikan karakter dari sepak bola.
Ya, kenapa sepak bola karena kondisi atau contoh ini akan sangat mudah di analogikan (disamakan) dengan kondisi dan bagaimana mendidik karakter di dalam sekolah dan rumah. Pada dasarnya pendidikan karakter adalah memberikan aturan main dalam kehidupan dan lingkungan sosial disertai dengan konsekuensi yang berlaku didalamnya. Lalu hubungan dengan sepak bola? Mudah, dalam sepak bola sudah berlaku aturan yang sangat baku dan jelas. Ada aturan main dan konsekuensi. Jika melanggar ada kartu kuning (peringatan), kartu merah (keluar dari permainan), free kick, penalty, corner kick, bahkan denda uang bagi pemain dan team. Bahkan yang lebih “sadis” lagi jika team tersebut harus turun kasta ke liga yang lebih rendah lagi.
Sebagai pecinta sepak bola, saya sangat senang dan berulang kali menggunakan contoh ini kepada guru dan orang tua yang ingin tahu tentang bagaimana mendidik karakter anak dengan menggunakan contoh ini. Seorang anak perlu mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja, mempelajari “aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini dan “hidup” didunia ini. Nah, masalahnya anak pada saat lahir dia tidak memiliki “konsep sosial” didalam kepalanya, oleh karena itu anak perlu tahu bagaimana aturan – aturan yang ada didalam dunia ini. Inilah Pendidikan Karakter, mudah kan?
Supaya tidak kena kartu kuning, jangan melanggar. Jika melanggar lagi ya kartu merah. Sehingga banyak dari pemain sepak bola jika kesal terhadap team lawan selalu berusaha menjaga sikap dengan berusaha menghormati wasit dan tetap mengeluarkan uneg-uneg nya. Ya inilah dunia manusia, terkadang ada yang sesuai dan tidak tetapi diperlukan aturan untuk membuat semuanya teratur.
Dalam permainan sepak bola pemain inti dalam sebuah pertandingan adalah wasit. Banyangkan jika bermain tidak ada wasit maka kemungkinan besar bukan pertandingan sepak bola lagi yang kita lihat. Tetapi UFC (Ultimate Fighting Championship) di lapangan sepak bola, alias tarung bebas dilapangan sepak bola. Sama dalam dunia pendidikan di sekolah perlau ada figure yang berperan seperti wasit dalam pertandingan sepak bola yang menjadi “penjaga” aturan di sekolah. Dan seringkali hal inilah yang menjadi kelemahan, wasit di sekolahnya tidak berfungsi dengan baik. Sama halnya dirumah, orang tua kurang dapat menjadi wasit dengan baik. Sehingga pendidikan karakter kurang dapat berjalan dengan maksimal.
Perlu kita ketahui semua, pendidikan karakter bukan semata-mata memberikan pengetahuan semata tetapi menetapkan aturan dan konsekuensi dilingkungan sekolah dan dirumah. Dalam peraturan sekolah misal: anak tidak bawa buku pelajaran maka konsekuensinya mendapatkan tugas tambahan. Ini harus jelas dan konsisten, serta dikomunikasikan kepada semua pihak termasuk orang tua.
Jika kita melanggar aturan lalu lintas maka jelas kita kena tilang, dan kita bisa pilih mau slip merah atau biru. Merah bayar di tempat, jika biru kita bayar di tempat yang ditunjuk untuk mengurusi tilang (Bank BRI). Dan ini konsisten dan semua masyarakat Indonesia yang menggunakan kendaran bermotor sudah tahu. Inilah dasar dari pendidikan karakter. Ada aturan yang jelas dan konsekuensi.
Berikutnya, memang sebaiknya seorang yang bertanggung jawab dibidang pendidikan karakter adalah seorang yang memiliki minat, dalam dunia “kemanusian” tidak mesti psikolog. Kenapa sebab ini berkaitan dengan menata aturan dan konsekuensi bagi anak didik. Tentunya aturan ini harus ditata berdasarkan jenjang dan usia dan skala pelanggaran. Misal: hukuman anak yang mencuri atau merusak dengan sengaja property sekolah tentunya akan berbeda dengan anak yang lupa membawa alat tulis, atau tidak membawa catatan.
Nah, yang terpenting bagi kita semua bahwa pendidikan karakter bukanlah sesuatu yang rumit. Ini sangat mudah dan ada banyak sekali contohnya disekitar kita, tinggal kita mau apa tidak. Perlu upaya untuk menerapkan ini, kita perlu mengetahui dan belajar tentang seluk beluk manusia dan bagaimana mengatasinya. Sebab manusia saat dilahirkan tidak disertai manual book-nya, lain seperti Black Berry yang kita beli dan sudah disertakan manual book-nya dan ada petunjuk bagaimana menggunakannya.

Karakter Anak Adalah Karakter Turunan

Karakter Anak Adalah Karakter Turunan

Kali ini kita akan membahas tentang bagaimana karakter terbentuk secara turun temurun dan terkadang tidak disadari. Apakah bisa? Mungkin? Bisa dan mungkin, dan biasanya ini terbentuk dari Belief atau kepercayaan atau keyakinan dari orangtua yang diturunkan kepada anak. Dan jika keyakinan yang diturunkan salah, sampai 7 turunan bisa salah jika tidak diperbaiki. Baiklah, simak terus tulisan ini dan dapatkan rahasia pemahaman baru.

Belief atau kepercayaan itu bukan kita berarti membahas persoalan agama atau keyakinan beribadah, yang dimaksud adalah suatu pemikiran yang terbentuk karena pengalaman yang berulang-ulang atau pengalaman yang berkesan. Jadi secara sederhananya bisa kita katakan sebagai perasaan “pasti” akan sesuatu hal. Contohnya mungkin anda mempunyai perasaan yang pasti tentang kemampuan berhitung yang baik, jadi anda punya belief atau kepercayaan “wah saya itu pintar kalau berhitung”. Itu yang kita maksud dengan belief atau kepercayaan.
Belief bisa sesuatu yang kita inginkan atau yang tidak kita inginkan.Belief yang kita inginkan secara sadar, belief yang terbentuk karena kita mempelajari ajaran-ajaran agama yang kita anut itu memang kita inginkan untuk terbentuk, lalu belief yang terbentuk dari mempelajari masalah-masalah akademik. Kita memang menginginkan itu agar kita bisa seperti itu, misalkan kita belajar matematika dan lain sebagainya. Belief yang terbentuk dari latihan-latihan olahraga karena kita menginginkannya, kita bisa memiliki keyakinan yang kuat untuk kasus olahraga contoh: “tendangan saya keras, lemparan saya pasti masuk”.
Nah berikutnya adalah belief yang tidak kita inginkan secara sadar, tapi toh kita tetap punya belief ini. Misalnya takut terhadap gelap, wah saya kalau di tempat gelap itu saya pasti merinding, saya pasti keringat dingin, saya pasti tidak berani begitu ya. Atau mungkin trauma ketinggian juga wah saya ini tidak bisa naik pesawat itu suatu belief yang kita tidak inginkan secara sadar tetapi itu masuk dalam diri kita. Berbagai fobia terhadap binatang, kemudian ketakutan-ketakutan terhadap guru ketakutan terhadap pelajaran tertentu ketakutan membuat tujuan pribadi ya perasaan-perasaan diremehkan atau perasaan bersalah terhadap sesuatu ini adalah belief-belief yang tidak kita inginkan tetapi secara sadar masuk dalam diri kita ya.

Satu hal yang mungkin perlu kita tekankan adalah mengapa belief atau kepercayaan salah yang diajarkan secara turun-temurun ini sesuatu yang sering orang tua lakukan? Karena seringkali ada hal-hal yang sebenarnya kepercayaan ini yang keliru tapi kita sampaikan kepada anak tanpa kita pertanyakan dulu, apakah itu belief yang bagus atau tidak? Nah contohnya “hei nak jangan main hujan nanti masuk angin”, atau “ayo mandinya cepet nanti masuk angin lho ya”, “kalau kamu gak makan kamu pasti sakit lho”, jadi itu adalah belief-belief yang dibawa dari orangtua yang disampaikan kepada anak tapi itu belum tentu pasti bener . tapi kalau diulang-ulang jadi bener juga. Disamping sekarng bukan orangtua lagi yang menanamkan keyakinan yang salah, tetapi media tv, koran dan media yang lainnya juga peran serta dalam hal ini.
Apa yang menyebakan ini terjadi? Bagaimana belief bisa semudah itu tertanam dan membentuk perilaku kita? Penjelasan ini sangat panjang, kita perlu secara khusus mempelajari mekanisme pikiran manusia, bagaimana kata-kata bisa membentuk karakter manusia. Mudahnya, kalimat yang sering diulang-ulang  bisa tertanam di dalam memori manusia dan menjadi suatu sistem keyakinan. Dan karena banyaknya kesalahan dalam memberikan informasi dan kesalahan menanamkan keyakinan dipicu oleh ketidaktahuan bagaimana mekanisme pikiran itu bekerja. l Kita tidak pernah belajar khusus pak mengenai mekanisme pikiran manusia. Seingat saya waktu dulu kuliah tidak ada  yang bahas soal mekanisme pikiran dan juga hal Ini diperparah dengan control diri yang kurang baik sehingga kita tidak mau memikirkan ulang dampak dari suatu kalimat atau tindakan terhadap anak kita. jiKalau belief atau kepercayaan yang anda turunkan atau anda ajarkan pada anak itu adalah sesuatu yang  positif. Itu sangat baik sekali ya. Jadi misalkan “nak tahu gak kalau kita ini keturunan orang pintar jadi kamu pasti jadi anak yang pintar dan cerdas”. Tapi kalau belief atau kepercayaan itu begini mungkin “nak hidup ini itu susah kamu harus belajar yang rajin supaya dapat pekerjaan yang bagus”, sering gak denger orang tua nasehatnya gitu.

Saya dulu, sering termasuk orang yang dinasehati seperti itu. Harus belajar rajin supaya dapat pekerjaan yang bagus. Betul? Orang tua itu lupa berpikir lho apa anaknya itu harus jadi karyawan aja apakah kalau nilainya jelek disekolah apakah dia tidak bisa sukses ya. Kenapa orang tua ngga ngomong kamu harus belajar rajin besok kamu bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak sekali. Betul? Belief lain yang sering menghambati anak ya untuk sukses adalah belief orang tua kadang-kadang seperti ini “nak cari uang itu susah kamu harus kerja nanti kalau sudah kamu harus pintar” maksudnya kalau kamu dapat nilai bagus kamu nanti bisa bekerja diperusahaan yang bagus. Kenapa kok ngak ngomongnya kayak gini, “nak kamu tahu kamu harus pinter itu kenapa? Supaya kamu bisa buat perusaahn bagus. Jadi kamu bisa pekerjakan orang –orang yang pinter”, kenapa koq gak ngomong seperti itu ya? Jadi seperti itulah belief-belief yang kadang orang tua turunkan kepada anak tanpa dipikir ya. Sehingga bisa kita pahami bagaimana karakter kebanyakan orang disekelilingi kita. bagaimana juga karakter bangsa ini?
Jadi untuk menghindari kesalahan ini adalah anda sebagai orang tua anda coba analisa kebiasaan anda dalam mengomentari sesuatu ya. Jadi anda melihat ada suatu kejadian dan anda mengomentari dan anda coba pikirkan apakah bener sudah kata-kata anda itu. Dan anda mungkin juga bisa berpikir apa dampaknya dari perkataan saya ini pada anak saya. Pertimbangkan dampak sugesti yang terkandung dalam setiap perkataan yang sering kita ulangi .

Cara Jitu Menumbuhkan Semangat Belajar Pada Anak

Cara Jitu Menumbuhkan Semangat Belajar Pada Anak

Nah, ini adalah tema yang sering ditunggu-tunggu oleh orangtua dan juga sering banyak dikeluhkan orangtua. “Kenapa anak saya ngga senang belajar, maen aja seharian”, keluh seorang Ibu yang hadir diseminar saya. Para pembaca, percayakah Anda bahwa kehidupan sejati kita manusia adalah seorang pembelajar? Tapi kita sering memberikan perlakuan yang tidak menyenangkan saat anak belajar (secara tidak sadar) bahkan dulu kita pun mungkin diberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu tidak menyenangkan.
Misalnya, saat anak kita bayi dan berumur 1 tahun. Dia ingin memasukan semua barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya, benar? Nah yang kebanyakan orang lakukan saat itu adalah berkata “eh… itu kotor, ngga boleh” sambil menarik barang tersebut. Sebenarnya ini adalah perilaku dasar pada saat seorang anak belajar. Kemudian saat dia mulai bisa berjalan, mulai ingin tahu lebih banyak tentang lingkungan sekitar, semakin banyak larangan yang dikeluarkan oleh orangtua ataupun pengasuh. Mungkin karena lelah menjaga anak seharian, sehingga banyak larangan yang dikeluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu (belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu diisi.
Saat mulai bisa berbicara, bertanya ini dan itu. “Ini apa? Kenapa?” Jawaban yang diterima “lha tadi sudah tanya, tanya lagi dasar cerewet” mungkin saat itu pengasuh dan orangtua sedang lelah juga saat menjaganya sehingga malas dan capek untuk memberikan penjelasan dan ini adalah proses belajar seorang anak. Ada barang baru dirumah dan anak ingin memegangnya atau mengetahui lebih dekat, maka kita orangtua dan pengasuhnya menjauhkan barang tersebut darinya, dengan dalih nanti rusak karena barang mahal.
Dari sepenggal contoh diatas dimana ini adalah pengalaman nyata dari saya dan beberapa klien, siapakah yang membuat anak menjadi malas belajar?

Berikutnya ada seorang anak berusia 8 tahun, sebut saja Aji. Orangtuanya sangat mengeluhkan, bahwa anaknya tidak suka belajar dan sudah mendapat peringatan dari gurunya jika tidak ada perubahan sikap maka kemungkinan besar Aji tidak naik kelas. Saat bertemu, saya yakin Aji adalah anak yang luar biasa. Sesaat saya bertanya tentang hobi dan kesukaannya saat bermain, dengan cepat saya mengetahui anak ini luar biasa. Sebab setelah saya Tanya tentang hobinya ternyata sepak bola, dan tim kegemarannya adalah Arsenal (Liga Inggris). Dan Aji, hafal seluruh pemain inti dan cadangan Arsenal, berikut pelatih dan asistennya serta nomor punggung pemain, tanggal ulang tahun pemain serta daftar pencetak goal dan assist (pemberi umpan) dan point klasemen liga dan urutannya. Gila, luar biasa! (dalam hati saya) Ngga ada yang salah sama hardware (otaknya), tapi masalahnya sama Software.
Satu orang anak yang sama, otaknya kalau dibuat belajar pelajaran disekolah tidak berfungsi (berhitung, menghafal) tetapi hafal seluruh pemain Arsenal. Apa anak ini bodoh? Tentunya Anda sepaham dengan saya, jawabanya adalah tidak. Anak ini pandai luar biasa. Hanya saja salah perlakuan sehingga ia malas dan tidak suka belajar.
Lalu apa yang saya lakukan untuk mengubah agar software menjadi baik dan membuat anak ini agar mudah belajar?  Yang saya perbaiki orangtuanya dahulu, sebab untuk anak seusia Aji, jika terdapat masalah dalam hidupnya berarti orangtua yang akan membantu untuk mengatasi masalah anak tersebut. Saya mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan anak dan sifat dari pikiran anak, serta pentingnya menomor satukan cinta dalam mendidik anak, yang semuanya akan sangat panjang jika saya jelaskan disini.

Berikutnya adalah tips bagaimana agar, anak kita menjadi rajin dan mudah sekali belajar dan sekolah.
1. Saat pulang sekolah tanyakan “hai sayang, apa yang menyenangkan hari ini disekolah?” Otomatis otak anak akan mencari hal-hal yang menyenangkan disekolah dan ini secara tidak langsung akan memberitahu sang anak bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
2. Saat anak tidur (Hypnosleep), katakan “makin hari, belajar makin menyenangkan”, “sama halnya dengan bermain, belajar juga sangat menyenangkan”, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll)”.
3. Jelaskan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari (sesuai dengan minat anak tersebut) misal: dengan mempelajari perkalian, maka saat liburan naik kelas nanti nanti kamu bisa menghitung berapa harga barang yang akan kamu beli di Singapore dan kamu bisa membandingkannya dengan harga di Indonesia. Jika kamu menguasai conversation dalam bahasa inggris maka kamu akan sangat mudah berkomunikasi dengan pelatih sepak bolamu yang dari Thailand.
4. Mintalah guru les pelajarannya (jika ada), sering-sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal  yang cepat. Mintalah bantuan orang-orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan harga diri anak kita.
5. Jika anak kita masih kecil dan masih suka dibacakan dongeng, bacakan dongeng dengan posisi memangku dia (dengan posisi yang nyaman, serta memudahkan kita orangtua untuk memberikan ciuman kasih sayang atau pelukan sayang) tujuannya agar anak mengkaitkan membaca buku dengan rasa cinta dari orangtua dan buku adalah hal yang sangat menyenangkan.
6. Gunakan surat rahasia dari orangtua kepada anak, kita bisa berkata “nak, Ibu telah meletakan surat rahasia buat kamu. Cuma kamu dan ibu yang tahu isinya. Ibu letakan dibawah bantal tidurmu, bacalah setelah makan ya”. Isinya bisa berupa kata-kata yang menyemangati anak dalam kegiatan belajar dan sekolahnya.

Pendidikan Karakter Dari Seorang Ayah

Pendidikan Karakter Dari Seorang Ayah

“Satu Ayah lebih berharga dari 100 guru disekolah” – George Herbert

Ada sebuah kisah, tentang seorang ayah yang sudah terpisah lama dengan anaknya. Karena suatu hal, sang anak lari dari rumah dan sang ayah mencarinya selama berbulan-bulan tanpa hasil. Akhirnya munculah ide dari sang ayah, untuk memasang iklan di Koran, surat kabar yang paling besar dan terkenal se Ibukota.  Bunyi iklan tersebut: “Pato sayang, temui aku di depan kantor surat kabar ini, jam 12 siang hari sabtu ini. Semua sudah aku ampuni, aku mengasihimu nak”. Lalu hari yang di tunggu tiba, ternyata ada 800 orang bernama Pato berkumpul mencari pengampunan dari seorang ayah yang sangat mengasihi.
Data dari statistic mengatakan bahwa orang yang bertumbuh tanpa kasih sayang  seorang ayah akan tumbuh dengan kelainan perilaku, kecenderungan bunuh diri dan menjadi criminal yang kejam.  Sekitar 70% para penghuni penjara dengan hukuman seumur hidup adalah orang yang bertumbuh tanpa ayah (tanpa kedekatan emosional dari ayahnya).

Ada 2 hal penting rahasia sukses dari seorang ayah yang bisa diturunkan kepada anaknya. Apa itu?
1. Pelajaran Untuk Survival. Dari ayah kita akan belajar mengenai pelajaran yang sangat kompleks tentang bertahan hidup. Kenapa kompleks, sebab banyak hal yang perlu di “jaga” kestabilannya dalam hidup. Dalam keluarga, bagaimana ayah berperan dalam keluarga, memperlakukan ibu kita – yang kelak akan kita contoh dan duplikasi kepada pasangan kita. Membantu membesarkan hati anak jika ada masalah – kelak akan kita lakukan juga pada anak kita (ingat menjadi orangtua tidak ada sekolahnya, kita hanya mencontoh apa yang orang tua kita lakukan kepada kita). Kehidupan ekonomi keluarga, bagaimana ayah berperan dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam hal bertahan hidup kita akan belajar dari seorang ayah.
2. Masalah Karir. Yang satu ini adalah penting jika kita ingin sukses secara financial dan karir, maka perbaiki hubungan kita dengan ayah (bagi yang sudah besar) bagi kaum ayah muda, berelasilah dengan baik dengan anak anda. Kenapa? Dari seorang ayah, akan “diturunkan” kemampuan berkarir dan mendapatkan kemudahan dalam karir. Ingat yang point pertama, secara mendasar kita belajar survival dan dalam urusan bekerja seorang ayah adalah “mesin pencetak uang”. Relasi yang baik antara ayah dan anak akan sangat membantu sang anak untuk menuai sukses dikemudian hari saat dia memasuki dunia kerja.
Banyak klien saya yang hubungan dan relasinya hancur dengan sang ayah sejak lama, kemudian dengan segala kerendahan hatinya memulai hubungan yang baru dan saling memaafkan maka rejekinya juga berubah. Disamping itu juga Doa seorang ayah untuk anaknya bagaikan “turbo” untuk kesuksesan seorang anak. Bahkan doa yang benar-benar dilakukan seorang ayah, mampu mengubah karir seorang anak jauh melampaui karirnya sang ayah. Banyak kasus terjadi di dalam ruang terapi saya, pekerjaan yang buntu hanya perlu berbaikan pada sang ayah. Mudah bukan?

Figur seorang Ayah adalah figur yang sangat penting dijaman sekarang ini. Karena banyak sekali anak yang kehilangan figur seorang ayah dan mencari perhatian ayahnya dengan melakukan apa yang kita sebut “kenakalan”.
“Kulakukan ini semua untuk keluarga” adalah jawaban klasik yang muncul di mulut kebanyakan ayah, “saya bekerja untuk siapa kalau bukan untuk keluarga”, tetapi yang sering terjadi adalah keluarga menjadi korban. Maunya yang terbaik buat keluarga tetapi keluarga jadi korbannya kelak dan dimasa tuanya terjadi kebingungan, kenapa keluarga kok amburadul semua, “salah dimana?” Ya tentunya anda sekalian tahu dimana letak salahnya, bukan.
Seorang manusia, akan mempunyai kehidupan yang maksimal jika “dia diampuni dan mau mengampuni”. Ini adalah dasarnya. Bagi anda seorang ayah, maukah anda mengampuni anak dan minta maaf kepada anak untuk kebaikannya kelak dikehidupan masa depan? Dan anda sendiri sebagai ayah akan menjadi ayah yang sangat maksimal bagi keluarga dan lingkungan sekitar anda.
Para Ayah, anda sangat dirindukan dan dibutuhkan anak-anak anda untuk bekal kehidupan di masa depannya. Jangan habiskan seluruh energy dan waktu di tempat kerja, sehingga waktu dirumah hanyalah sisa energy dan duduk menonton tv atau membaca koran. Seorang anak perlu pelukan dan telinga dari ayahnya untuk mendengar, mengerti apa yang diceritakan sang anak.
Ajarkan kebenaran tentang moral dan sopan santun dan tentunya para ayah tidak akan menyesal kelak dalam kehidupan dewasa sang anak akan mengamalkan didikan dari sang ayah.
“Seorang ayah mampu membantu menggerakan perekonomian dunia dan mensejaterahkan kehidupan yang lebih layak untuk kehidupan di BUMI ini” – Timothy Wibowo.